Rabu, 17 Januari 2018

Sejarah Dakwah Sunan Kudus


I.                   PENDAHULUAN
“Walisongo” berarti sembilan orang wali”
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

II.                RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana latar belakang Sunan Kudus ?
2.      Bagaimana sejarah Sunan Kudus?
3.      Bagaimana cara yang dilakukan Sunan Kudus dalam berdakwah ?
4.      Bagaimana peninggalan benda Sunan Kudus?












III.             PEMBAHASAN

A.    Biografi Sunan Kudus
Ja'far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putera dari pasangan Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan (letaknya disebelah utara kota Blora) dengan Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang. Lahir pada 9 September 1400M/ 808 H. Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang. Menurut cerita rakyat Sunan Kudus adalah cucu Sunan Ampel. Ada yang mengatakan bahwa beliau keturunan orang Persia ,tetapi ada juga yang menyatakan beliau itu orang Jawa asli. Jika mengingat pengaruhnya yang sampai sekarang masih besar di kalangan masyarakat Kudus, yaitu mempunyai jiwa dagang, maka menurut dugaan Sunan Kudus itu adalah keturunan Persia atau setidak –tidaknya dari Pasai.
Sunan Kudus memiliki sifat gagah berani sebagai seorang panglima perang, beliaulah yang menggatikan ayahnya memimpin ekpedisi ke Jawa Timur ,setelah ayahnya gugur di medan pertempuran. Sunan Kudus adalah ulama fiqih yang  sangat ketat memegangi syariat dalam cara berfikirnya dan tegas dalam bertindak menghadapi penyelewengan Diriwayatkan, beliaulah yang banyak mengambil peranan dalam bidang para wali yang dikuasakan oleh Sultan Demak mengadili Syaiq Siti Jenar. Memang Siti Jenar sebagai seorang sufi dan Sunan Kudus terkenal oleh faqih (ahli fiqif ) yang kuat syairatnya , sudah barang tentu memiliki pandangan hidup dan tinjauan terhadap berbagai persoalan yang sangat jauh berbeda .
Sunan Kudus menyiarkan agama islam seperti para wali yang lain yaitu dengan kebijaksanaan, tidak memakai kekerasan atau paksaan. Dintaranya caranya dapat disebutkan misalnya; melarang untuk memotong binatang yang dianggap suci bagi agama Hindu, menggunakan elemen–elemnen bangunan candi Hindu untuk bangunan masjid makam, menciptakan gending Maskumambang dan Mijil. Dengan cara demikian Sunan Kudus mengajarkan agama islam kepada mereka dan lambat laun dengan kemauanya sendiri para penganut agama Hindu ini kemudian masuk islam.

B.     Sejarah dari Sunan Kudus
Dalam sejarah Sunan kudus adalah salah seorang wali dari kesembilan wali yang telah menyiarkan agama islam di pantai utara Jawa Tengah. Di dalam sejarah islam di Demak, terkenal pula nama Pati Unus atau Adipati Anus, yang menggantikan kedudukan sebagai Sultan Demak II, sesudah wafatnya Raden Patah. Adipati Anus atau yang juga disebut pangeran seberang lor pada tahun islam, telah dapat menguasai Jepara, serta menjandikan Jepara sebagai pangkalan militer. Jepara diperkuat dan dikerahkan kapal-kapal besar yang berdiri pada tahun 1513 M. Sunan Kudus juga menjadi sinopati dari kerajaan Bintoro Demak yang setiap saat siap sedia berkorban untuk membela keselamatan negara Demak. Beliau juga memegang kendali pemerintah di daerah Kudus. Oleh karena Kudus adalah tempat beliau menghabiskan masa hidupnya, tempat berjuang menegakkan islam hingga wafatnya beliau. Dalam masa berikutnya Sunan Kudus belajar kepada Raden Rahmat Ampel Dento dan Sunan Giri di Gresik. Dengan ketajaman  fikiran dan kejernihan hati, beliau mampu menguasai bidang-bidang ilmu dalam islam seperti tauhid, ushul fiqh, fiqh, tafsir, hadist, dan sastra. Kedalaman ilmu inilah yang membuat beliau terkenal dengan penguasa  ilmu ( waliyul ilmi). Tidak mengherankan jika Sunan Kudus memiliki reputasi besar yang dikenal sebagai wali yang paling tegas dalam memegang teguh syariat islam. Bahkan beliau tidak segan-segan menggunakan jalan kekerasan dalam menjaga kemurnian islam dari penyimpangan. Di antara buktinya adalah pendapat beliau agar menghukum mati Syeikh Siti Jenar dan Ki Ageng Pengging (Kebo Kenongo). Ketika Sunan Ngudung menemui Syahid pada tahun 1524M dalam perang melawan Prabhu Udhoro sisa kekuatan Majapahit di Kediri , Kerajaan Islam Demak mengangkat Sunan Kudus sebagai senopati (Panglima Perang). Bukan hanya karena beliau putra dari Sunan Ngudung yang menjadi panglima sebelum Syahid, akan tetapi lebih dikarenakan pengetahuan dan keberanian Sunan Kudus. Beliau mengetahui ilmu militer dan siasat perang dari ayahnya yang telah berpengalaman. Selain itu Sunan Kudus juga memahami tentang sistem pemerintahan  kerajaan Islam Demak, berjiwa pemimpin, bertubuh yang kokoh, serta memiliki ketangkasan dan keberanian yang melekat kuat dalam jiwa beliau. Inilah sifat-sifat Sunan Kudus yang sangat layak di angkat sebagai panglima perang Kerajaan Islam Demak Bintoro.
Sunan Kudus adalah seorang ulama dan guru besar yang mengajarkan ilmu agama terutama Ilmu Fiqih. Atmodarminto dalam bukunya babad demak menyebutkan bahwa sunan kudus sebagai satu-satunya wali yang paling menguasai ilmu fiqih. Beliau menggantikan kedudukan Maulana Malik Isra’il pada tahun1436M. Sunan Kudus dikalangan msyarakat setempat terkenal dengan keahlimanya, yaitu seribu satu cara tentang kesaktiannya menyembuhkan segala penyakit, dan diantara kesembilan wali, hanya beliau yang terkenal sebagai ”Waliyatul Ilmu”. Disamping berjuang memanggul senjata, beliau juga seorang pujangga yang berinisiatif mengarang riwayat-riwayat pondok yang berisi filsafat serta berjiwa agama yang dikenal dengan ”Gading Maskumambang dan Mijil”.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu, oleh pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina, namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau Jawa, dan oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah sekitanya diganti dengan nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-Quds. Dalam melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending Makumambang dan Mijil.

C.     Strategi dakwah Sunan Kudus
Secara umum metode dakwah walisanga dikenal dengan pendekatan kultural sehingga memberikan watak islam yang ramah, damai, dan toleran, namun masing-masing wali memiliki keunikan tersendiri sejalan dengan watak sosial dan budaya daerah yang disinggahi oleh para wali. Mengenai strategi dakwah Sunan Kudus, akan dijelaskan sebagai berikut ;

1.      Pendekatan struktural dakwah Sunan Kudus
Dalam struktur “Dewan Wali” menurut kitab walisanga karangan Sunan Giri, Sunan Kudus dipercaya sebagai Panglima perang di Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus juga dikenal sebagai “eksekutor” ketika terjadi ketetapan hokum atas sebuah masalah yang diputuskan oleh Dewan Walisanga. Hal itu terjadi ketika Syaikh Siti Jenar karena dianggap menyimpang atau membelot dari ajaran walisanga, sehingga dianggap akan menyesatkan umat yang baru saja memeluk Islam. Maka Syeikh Siti Jenar mendapatkan putusan hukuman mati. Eksekutor dalam hukuman ini diserahkan kepada Sunan Kudus. Meskipun pada akhirnya Syaikh Siti Jenar memilih sendiri caranya untuk mati.
            Strategi dakwah Sunan Kudus yang menggunakan pendekatan struktural yaitu dengan cara mengislamkan penguasa atau ikut terlibat dalam pendirian kekuasan baru, seperti kesultanan Demak dan Cirebon. Sunan Kudus turut terlibat sebagai senopati di Kasultanan Demak.

2.      Pendekatan kultural dakwah Sunan Kudus
Sunan Kudus sejak memulai dakwahnya di Kudus enam abad yang lalu melalui jalur pendekatan kultural. Beberapa model dakwah Sunan Kudus yang mengedepankan pendekatan cultural akan dijelaskan sebagai berikut ;
a.       Menciptakan ruang budaya
Langkah pertama aksi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus ketika memulai gerakannya adalah membangun masjid. Meskipun pada awalnya dalam bentuk yang sederhana, dalam perspektif budaya Sunan Kudus sebenarnya sudah sadar akan pentingnya ruang budaya dalam melakukan transformasi sosial. Masjid dalam hal ini menjadi smacam nilai simbolik babak baru dalam melakukan transmisi nilai, meski dari segi struktur bentuk masjid masih tetap memperhatikan budaya local yang mirip bangunan pure, tempat ibadah bagi umat Hindu.
Keberadaan masjid Al Aqsha dan menara kudus yang kokoh, tegak dan menjulang tinggi terseut sebagai penanda yang jelas menyiratkan adanya penanda bahwa bangunan kepercayaan lama segera ditinggalkan, beralih kepada kepercayaan baru.namun nilai-nilai lama yang tidak bertentangan denagna islam yan dimiliki oleh Hindu tidak serta merta dihilangkan secara total. Oleh karena itu dalam konstruksi bangunan masjid dan menara tersebut Sunan Kudus tetap memperhatikan dan menghargai pola dan bentuk bangunan yang sebelumnya  sudah ada, yaitu miripatap bangunan pure.
b.      Akulturasi
Pola akulturasi sangat kental dalam strategi dakwah Sunan Kudus, beliau mencoba membawa unsur-unsur budaya baru yang sarat dengan muatan islami, namun tetap mempertahankan unsur-unsur budaya lamayang melekat dalam masyrakat Kudus saat itu.
Jauh sebelum kehadiran islam yang dibawa oleh sunan kudus kebanyakan masyarakat memiliki kepercayaan yang cenderung bertentangan dengan tauhid. Struktur masyarakat dibangun denganm system kasta atau perbedaan golongan kelas, sehingga kehidupan masyarakat cenderung diskriminatis, tidak adil pada saatt itu. Manifestasi yang suci diwujutkan dalam bentuk arca dan juga binatang-binatang tertentu yang dianggap memiliki nilai sakral. Yang menonjol aalah mempercayai adanya banyak tuhan (politeisme).
Maka ketika sunan kudus membawa ajaran baru dengan agama islam yang menekankan aspek tauhid (monoteisme), jelas sangat bertolak belakang dengan ajaran masayarakat setempat. Ini merupakan tantangan berat bagi sunan kudus. Maka denganm penuh bijaksana sunan kudus tidak secara frontal menyampaikan ajaran islam tersebut kepada mereka. Akulturasi islam dan budaya lokal adalah salah satu strategi yang ditawarkan oleh sunan kudus. Beberapa bentuk pola alkuturasi budaya lokal yang dekat dengan tradisi hindu dengan nilai-nilai islam dapat dicermati  pada pembahasan berikut :
·         Berntuk bangunan
Pola alkuturasi budaya local hindu /buda dengan islkam dalam bentuk arsitektur yang paling jelas terdapat pada bangunan menara kudus yang menjadi kebanggaan umat islam. Kalau diperhatikan bentuk menara kudus itu menyerupai bangunan pura di bali atau candi jago peninggalan hindu-budha di malang. Demikian juga ornamen–ornamen yang ada pada menara kudus juga mencerminkan lintas budaya, seperti piringan yang melekat di dinding menara adalah model piringan cina.
Menara kudus yang bentuknya mirip pura, di fungsikan sebagai tempat adzan agar orang-orang bisa mendengarkan bila adzan dikumandangkan.di menara ini juga selalu dibunyikan bedug setiap kali datangnya bulan suci ramadhan, sebagai tanda masuknya ibadah puasa.
Bentuk lain pola alkuturasi juga bisa dilihat pada 8 pancuran/padasan kuno. Tiap–tiap pancuran dihiasi dengan relief arca sebagai ornament penambah estetika. Pancuran wudhu itu mengadopsi ajaran budha, asta sanghika marga yakni 8 jalan utama yang menjadi pegangan umat saat itu dengan merujuk pada 8aspek yang penting dalam kehidupan yakni: pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara hidup, daya, usaha, meditasi, dan keutuhan. Pada ornamen pancuran yang masih otentik tersebut dialih fungsikan untuk bersuci sebelum shalat dilakukan yang hingga sekarang masih ada dan berfungsi dengan baik.
·         Mangikat sapi di halaman masjid.
Untuk mengait masyarakat sekitar agar tertarik datang masuk ke masjid menara kudus, sunan kudus medatangkan sapi lalu dikat di depan masjid. Dalam kepercayaan mereka sapi adalah binatang yang dihormati, sehingga jarang orang memiliki sapi. Sapi biasanya hanya oleh orang–orang tertentu yaitu pemuka–pemuka mereka. Dengan cara yang seperti itu, orang berbondong–bondong datang ke masjid, yang tujuan awalnya adalah menghampiri sapi yang langka itu. Maka ketika sudah banyak orang yang berkumpul di masjid, sunan kudus menyampaikan wejangan–wejangan ringan terkait dengan ajaran islam.
Yang tak kalah menarik sunan kudus juga melarang jamaahnya untuk menyembelih sapi, meski dalam islam hal itu dihalalkan. Hal ini sebagai wujud strategi menarik simpati masyarakat yang kebanyakan saat itu menganggap binatang sapi sebagai makhluk yang suci. Ternyata apa yang dilakukan oleh sunan kudus benar–benar ampuh, sehingga dalam waktu yang tidak lama islam dapat diterima dan dianut oleh sebagian besar masyarakat Kudus hingga sekarang warga kudus masih mempertahankan adat tersebut dengan tidak menyembelih sapi pada saat hari raya idul atha. Dengan demikian sunan kudus lebih mengedepankan toleransi dan harmoni dari pada konflik dalam menyiarkan islam.
·         Mengubah tembang dan cerita ketauhidan
Sunan kudus juga dikenal sebagai penyair dan pengubah cerita rakyat yang berfisi ketauhidan. Buah karyanya adalah lagu gending maskumambang dan mijil. Dalam banyak hal sunan kudus mencoba mewarnai gending atau cerita–cerita tertentu yang semula kering dari nilai islam, diisi dengan semangat ketauhidan.
·         Strategi Pendekatan Masyarakat
a.  Membiarkan dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar dirubah. Mereka sepakat untuk tidak mempergunakan jalan kekerasan atau radikal menghadapi masyarakat yang demikian.
b.   Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dirubah maka segera dihilangkan.
c.    Tut Wuri Handayani, artinya mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi diusahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit dan menerapkan prinsip Tut Wuri Hangiseni, artinya mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran agama Islam.
d.     Menghindarkan konfrontasi secara langsung atau secara keras didalam cara menyiarkan agama Islam. Dengan prinsip mengambil ikan tetapi tidak mengeruhkan airnya
e.     Pada akhirnya boleh saja merubah adat dan kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi dengan prinsip tidak menghalau masyarakat dari umat Islam. Kalangan umat Islam yang sudah tebal imannya harus berusaha menarik simpati masyarakat non muslim agar mau mendekat dan tertarik dengan ajaran Islam. Hal itu tak bisa mereka lakukan kecuali dengan konsekuen. Sebab dengan melaksanakan ajaran Islam secara lengkap otomatis tingkah laku dan gerak-gerik mereka sudah merupakan dakwah nyata yang dapat memikat masyarakat non-muslim.
·         Merangkul Masyarakat Budha
Sesudah berhasil menarik umat Hindu kedalam agama Islam hanya karena sikap toleransi yang tinggi, yaitu menghormati sapi yang dikeramatkan umat Hindu dan membangun menara mesjid mirip dengan candi Hindu. Kini Sunan Kudus bermaksud menjaring umat Budha. Caranya memang tidak mudah, harus kreatif dan tidak bersifat memaksa. Sesudah mesjid berdiri, Sunan Kudus membuat padasan atau tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan. Masing-masing pancuran diberi arca kepala kebo gumarang diatasnya. Hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha, “Jalan berlipat delapan” atau Sanghika Marga
a.       Harus memiliki pengetahuan yang benar
b.      Mengambil keputusan yang benar
c.       Berkata yang benar
d.      Hidup dengan cara yang benar
e.       Bekerja dengan benar
f.       Beribadah dengan benar
g.      Dan menghayati agama dengan benar.
Usahanya pun membuahkan hasil, banyak umat Budha yang penasaran, untuk itu Sunan Kudus memasang lambang  wasiat Budha itu di padasan atau tempat berwudhu, sehingga mereka berdatangan ke mesjid untuk mendengarkan keterangan Sunan Kudus. Sunan Kudus juga pernah ikut  dlam perang melawan Portugis bersama Pati Unus pada akhir tahun 1512M hingga awal tahun 1513M. Sebagai panglima perang angkatan laut, beliau diserahi tugas sebagai pimpinan yang mengepalai puluhan armada kapal. Pada januari 1513M Sunan Kudus sampai di perairan Malaka dan memerangi Portugis. Meskipun kemudian dapat dipukul mundur oleh pasukan katolik portugis dengan diserang muntah-muntahan peluru meriam
·         Selamatan Mitoni
Didalam cerita tutur disebutkan bahwa Sunan Kudus itu pada suatu ketika gagal mengumpulkan rakyat yang masih berpegang teguh pada adat istiadat lama. Seperti diketahui, rakyat jawa banyak melakukan adat istiadat yang aneh, yang kadang kala bertentangan dengan ajaran Islam, misalnnya berkirim sesaji dikuburan untuk menunjukkan bela sungkawa atau berduka cita atas meninggalnya salah seorang anggota keluarga, selamatan neloni. Mitoni dan lain-lain. Sunan Kudus sangat memperhatikan [6]upacara-upacara ritual tersebut dan berusaha sebaik-baiknya untuk merubah atau mengarahkannya dalam bentuk Islami. Hal ini dilakukan juga oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Muria. Contohnya, bila seorang isteri orang jawa hamil tiga bulan maka akan dilakukan acara selamatan yang disebut mitoni sembari minta kepada dewa bahwa bila anaknya lahir supaya tampan seperti Arjuna, jika anaknya perempuan supaya cantik seperti Dewi Ratih. Adat tersebut tidak ditentang secara keras oleh Sunan Kudus. Melainkan diarahkan dalam  bentuk Islami. Acara selataman boleh terus dilakukan tapi niatnya bukan sekedar kirim sesaji kepada para dewa, melainkan bersedekah kepada penduduk setempat dan sesaji yang dihidangkan boleh dibawa pulang. Sedangkan permintaannya langsung kepada Allah dengan harapan anaknya lahir laki-laki akan berwajah seperti nabi Yusuf, dan bila perempuan seperti Siti Maryam ibunda Nabi Isa. Untuk itu sang ayah dan ibu harus sering membaca surat Yusuf dan surat Maryam dalam Al-Qur’an.

D.    Budaya yang di tinggalkan Sunan Kudus
Menara kudus adalah sebutan dari salah satu masjid peninggalan sunan kudus. Masjid yang terletak di kota Kudus , Jawa Tengah ini, lebih dikenal dengan Masjid Menara atau Masjid Kudus ketimbang nama aslinya, Masjid Al-Aqsha. Masjid yang dibangun oleh Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus ini, mempunyai menara yang sangat antik, yang mencerminkan perpaduan dua budaya yaitu Islam dan Hindu Jawa
Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Aqsa dan Masjid Al Manar) adalah sebuah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu. Pada masa kini, masjid ini biasanya menjadi pusat keramaian pada festival dhandhangan yang diadakan warga Kudus untuk menyambut bulan Ramadan
adapun peninggalan sunan kudus yaitu terbagi menjadi 2 yang kasap mata dan yang tidak kasap mata yang kasap mata contoh,nya  komplek masjid menara, keris tombak, gapura kembar, dan yang tidak kasap mata yaitu ajaran-ajaran sunan kudus salah satunya adalah toleransi

1.      “bagaimana sejarah menara kudus?Menara Kudus Bangunan Hindu atau Islam?

Banyak pendapat tentang sejarah berdirinya masjid menara Kudus. Ada yang bilang masjid ini adalah bangunan peninggalan Umat Hindu yang bermukim di Kudus, kemudian datang Syekh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) yang mengubah bangunan itu menjadi tempat ibadah Umat Islam.Namun pendapat itu adalah salah.Jika benar menara Kudus adalah bangunan Hindu, bisa kita lihat kemana arah menghadapnya.Bangunan Menara Kudus terdapat sebuah pintu masuk berupa tangga disebelah barat bangunan. Hal ini menunjukan bahwa Menara ini menghadap kearah barat. Sementara kalau ini bangunan peninggalan Hindu, harusnya bangunan ini menghadap gunung. Karena tempat ibadah umat Hindu menghadap ke Gunung. Yang pada daerah Kudus terletak di arah Utara. Bukti kedua kalau Menara ini bukan bangunan Hindu bisa kita lihat pada dinding Menara ini. Jika ini Menara hindu, seharusnya ada pahatan Arca atau patung-patung yang dianggap Umat Hindu sebagai Dewa. Sementara pahatan pada dinding Menara ini hanya relief daun-daun dan akar.
2.      Kapan berdirinya menara?
Mengenai kapan berdirinya
menara secara pasti tidak di ketahui karena tidak ada catatan-catatan ataupun inspiksi yang menceritakan berdirinya menara, hanya bisa di perkirakan berdasarkan dari fungsi bangunan dari menara untuk mengumandangkan adzan itu tidak jauh dengan berdirinya masjid. Kalau berdirinya masjid berdasarkan prasasti yang terletak di atas mirob masjid adalah pada 19 rajab 956 H.

3.      Apakah ada fungsi Masjid Menara selain untuk sholat semisal belajar atau berdakwah?
Masjid menara di fungsikan untuk beribadah sholat ,untuk tempat mengajar atau belajar berada di pendopo tajug komplek masjid itu luas ,tempat menerima tamu dan pertemuan-pertemuan para wali juga di pendopo tajug, mungkin setelah melakukan jamaah sholat ada juga proses belajar di masjid tapi tidak mutlak berada di masjid karena yang di ajarkan oleh sunan kudus itu bukan hanya mengajarkan tentang masalah kitab, agama tetapi sunan kudus lebih banyak menekankan kan tentang bagaimana caranya agar pengikutnya mempunyai tingkah laku yang baik dan itu tidak perlu dilakukan dalam masjid cukup diberikan contoh, praktik.

4.      Apa fungsi gapura kembar yang ada di dalam masjid?
Gapura yang ada di dalam masjid adalah untuk jalan atau pintu masuk dari masjid itu sendiri

5.      Kenapa piring-piring yang ada di dinding menara yang sudah lepas tidak di ganti?
    Prinsip dari BCB undang-undang cagar budaya untuk mengganti suatu barang tersebut      harus sama dengan aslinya

6.      Apa saja benda-benda peninggalan sunan kudus?
Benda-benda peninggalan sunan kudus itu di bagi menjadi 2, yaitu:peninggalan kasat mata dan tidak kasat mata, yang peninggalan kasat mata seperti komplek masjid menara, keris tombak.peninggalan yang tidak kasat mata seperti ajaran dari sunan kudus.ajaran-ajaran sunan kudus salah satunya adalah toleransi.

7.      Gus Ji Gang itu apa?
Dulu sunan kudus juga tidak hanya menyebarkan islam tetapi beliau juga bisa di katakan membangun karakter masyarakat kudus yang sekarang ini disebut dengan Gus Ji Gang.Gus Ji Gang itu kepanjangan dari baGus ngaJi lan daGang.

Apakah ada jalan khusus akulturasi yang di gunakan sunan kudus untuk berdakwah meyebarkan agama islam?
Media yang di gunakan oleh sunan kudus adalah wayang klitik, wayang klitik itu wayang yang terbuat dari kayu.

9.      Mengapa sunan kudus melarang masyarakat kudus untuk menyembelih sapi?
Karena sapi adalah hewan yang di sucikan oleh orang hindu ,skarang bagaimana cara menarik simpati orang hindu untuk masuk islam kalau hewan yang di sucikan disembelih.

IV.             KESIMPULAN

Sunan Kudus atau Syeh Ja'far Shodiq adalah seorang yang tidak hanya merupakan senopati di Kerajaan Demak Bintaro namun juga ahli hukum agama Islam. Pada waktu itu suasana di Kudus banyak terdapat kedholiman. Banyak masyarakat yang suka foya-foya, judi, mabuk-mabukan dll. Hal tersebut membuat Sunan Kudus risau dapatkah orang-orang yang dholim itu disadarkan.Akhirnya melalui dakwah, Sunan Kudus berhasil mengajak mereka memeluk agama Islam Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji. Sunan Kudus ahli di dalam ilmu agama, pemerintahan dan kesusasteraan. Tidak heran jika beliau menduduki jabatan-jabatan penting. Di dalam menyebarkan agama islam, beliau menggunakan cara-cara yang sangat bijaksana, melihat situasi dan kondisi masyarakat setempat. Ini terbukti dari :
1.    Bangunan Masjid dan Menara Kudus disesuaikan dengan seni bangun atau arsitektur Hindu. Ini akan memberikan kesan bahwa agama yang dibawa oleh Sunan Kudus sama dengan agama Hindu. Jadi masyarakat tidak terkejut atau menolak.
2.     Masyarakat Hindu menganggap bahwa sapi atau lembu adalah binatang suci yang tidak boleh diganggu. Sunan Kudus juga memerintahkan kepada masyarakat supaya jangan menyembelih lembu. Jika ini terjadi, maka masyarakat akan marah, sebab binatang kesayangannya diganggu.
3.    Lubang pancuran yang berjumlah delapan buah dan berbentuk kepala arca. Angka delapan ini menurut orang Buddha diartikan delapan jalan kebenaran
Sunan Kudus selain terkenal sebagai seorang wali, ahli dalam bidang agama, pemerintahan dan kesusasteraan, beliau juga dikenal sebagai pedagang yang kaya. Beliau mendapat gelar Waliyyul Ilmi, sehingga beliau diangkat sebagai penghulu (Qodi) di kerajaan Demak.



























DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rachmat. 2015.  Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa. Solo: Al Wahi.
Abd. Moqsith Ghazali, Djohan Effendi, 2009, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga
Sunyoto,Agus. 2012.  Atlas Walisongo, Bandung: Mizan Media Utama.
Muljana, Slamet, 2005,  Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara
Wawancara juru kunci makam Sunan Kudus Muhammad Nurriza.
Said, Nur, 2010, Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa,




[1] Abdullah, Rachmat. 2015.  Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa. Solo: Al Wahi. hal 32-33
[2] Sunyoto,Agus. 2012.  Atlas Walisongo, Bandung: Mizan Media Utama. hal 34-45
[3] Abd. Moqsith Ghazali, Djohan Effendi, 2009, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga hal 12-14
[4] Muljana, Slamet, 2005,  Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara hal 24-36
[5] Muljana, Slamet, 2005,  Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara hal 54-57
[6] Muljana, Slamet, 2005,  Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara hal 67-68
[7]
[8] Said, Nur, 2010, Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa, hal 112-115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar